INTERTWINING WITH(IN) KINSHIPS: THINK  WELL EMPAT

INTERTWINING WITH(IN) KINSHIPS: THINK  WELL EMPAT ist die vierten Ausgabe in einer Reihe von Symposien des Langzeitprojektes UNITED SCREENS. Das Projekt hinterfragt Ökosysteme zeitgenössischer Filmzirkulation und unternimmt den Versuch, Infrastrukturen für Filmdistribution, inspiriert von Community-Praktiken, neu zu denken. In dieser Ausgabe setzen wir die Arbeit von Think Well 3.0 fort, bei dem Fragen als Währung in ein kollektives Mandat für sympoeitische Systeme verwandelt wurden und ein Grundstein für ein Netzwerk von Netzwerken für gelegt wurde.  

In diesem Projektkapitel in Jakarta wollen wir den Geist und die Praxis von Nongkrong und Sedulur [1] verkörpern. Wir schaffen einen Raum, in dem circa 50 Filmpraktiker:innen, Kollektiven, Technikexpert:innen und Systemdenker*innen aus verschiedenen Regionen zusammenkommen können. Diesen Raum werden wir nutzen, um gemeinsam zu spielen. Das Spiel markiert einen Bruch mit institutionellen und systematischen Konventionen, indem wir uns in "anarchische Räume" begeben, wie Rosa Barba sie beschreibt, um die Abläufe der Filmzirkulation aus einer Gemeinschaftsperspektive zu gestalten und zu re-imaginieren. Das Spiel im Sinne dieses Treffens wird ein Raum sein, in dem es keine unmittelbare Vorstellung von einem Ziel gibt, während der Gewinn im fortlaufenden Prozess und Drift liegt. Im kollektiven Geist wollen wir Designprotokolle und Diskussionsformate erforschen, diese testen und Werkzeuge zum Aufbau von Infrastrukturen entwickeln. Im Kern wollen wir scheinbar verstreute Inseln der cinephilen Praxis und ihrer Räume zu dezentralen Archipelen verweben. In diesem Prozess sind wir inspiriert vom Third Cinema Movement der 1960er und 70er Jahre, anti-imperialen Kinobewegungen auf dem afrikanischen Kontinent und in Südostasien und der Verwebungen und Netzwerke. Wir freuen uns, dass sich uns viele Akteur*innen und Mitdenker*innen aus Kolumbien, Panama, Pakistan, Palästina, Tunesien, Ägypten, Jordanien, Tansania, Sudan, Libanon, Indien, Iran, Singapur, Thailand, Taiwan, den Philippinen, Indonesien und europäischen Ländern anschließen. 

Im Laufe der vier Tage werden wir uns von der Praxis des Webens inspirieren lassen. Indem wir Knoten untereinander knüpfen und von unserem situierten Wissen (Muster) zu einem "archipelagischen Denken" [1], wawasan nusantara (Texturen) übergehen, werden wir über aufkommende dezentralisierte Technologien nachdenken und mit ihnen experimentieren, während wir sie auf endemische gemeinschaftliche Zirkulationspraktiken (Techniken) gründen und über die Infrastruktur nachdenken, die erforderlich ist, um das Netzwerk von Netzwerken für die Kinozirkulation (Webrahmen) zu manifestieren.    

Während dieses Treffens werden wir uns vom Begriff sedulur leiten lassen. Das Wort sedulur selbst ist ein überlieferter Begriff für eine Beziehung (zwischen Freunden oder Geschwistern), wobei der Wortstamm dulur auf Javanisch und Sundanisch Bindung bedeutet. Sedulur bedeutet also Kameradschaft oder Verwandtschaft. In der Alltagssprache bedeutet es einen Kosenamen wie "Kumpel" oder "Schwester/Bruder". Sedulur Sikep (Haltung) verspürt keine Krise, denn die Lösung liegt bereits in den Händen der Gemeinschaft, die sich selbst pflanzt. [2]

 

** BAHASA INDONESIA **

KELINDAN DALAM SEDULUR: THINK WELL EMPAT adalah edisi keempat dari rangkaian simposium yang coba membayangkan untuk menata ulang ekosistem distribusi film. Pada edisi ini, kami melanjutkan Think Well 3.0, dari pertanyaan-pertanyaan dan keprihatinan tentang peredaran filem kontemporer kemudian dikembangkan menjadi sebuah mandat kolektif untuk menuju sebuah sistem yang bersifat simpoetik, dan dapat menjadi dasar bagi sebuah jaringan peredaran filem.  

 Edisi di Jakarta kali ini berusaha mewujudkan semangat dan praktik nongkrong dan sedulur dengan menyediakan ruang untuk berkumpulnya sekitar 50 praktisi sinema, kolektif, ahli teknologi, dan pemikir sistem dari berbagai wilayah untuk bermain bersama. Permainan ini diusulkan sebagai sebuah pemecahan konvensi institusional dan sistematis dengan melakukan de-patterning ke dalam apa yang Rosa Barba gambarkan sebagai 'ruang-ruang anarkis' untuk memetakan ulang dan membayangkan kembali seperti apa alur sirkulasi filem dari sudut pandang komunitas. Bermain untuk tujuan pertemuan ini adalah menyediakan sebuah ruang yang meniadakan gagasan langsung terhadap tujuan, sementara keuntungannya ada dalam proses dan deviasinya yang sedang berlangsung. Dengan semangat kolektif, kami bermaksud untuk menyelidiki, menguji, dan membenamkan diri ke dalam protokol desain, format diskusi tentang metrik nilai, dan mengembangkan alat untuk membangun infrastruktur – menjalin praktik-praktik yang tampaknya tersebar dari para praktisi filem ke dalam kepulauan sirkulasi filem yang terdesentralisasi. Kami merasa terhormat dapat bergabung dengan para pelaku dan pemikir dari Kolombia, Panama, Pakistan, Palestina, Tunisia, Mesir, Tanzania, Sudan, Lebanon, India, Iran, Thailand, Taiwan, Filipina, Indonesia, dan Eropa. 

 Selama empat hari, kita akan diinspirasi oleh praktik menenun. Mengikat simpul-simpul antara satu sama lain sembari berangkat dari pengetahuan kita yang bersifat lokal (patterns) sampai kepada wawasan nusantara (textures), kita akan merenungkan dan bereksperimen dengan teknologi-teknologi baru yang terdesentralisasi sembari membumikannya dalam praktik-praktik sirkulasi komunitas yang endemis (teknikus) dan merenungkan infrastruktur yang diperlukan untuk mewujudkan jaringan sirkulasi sinema (loom).

Lewat pertemuan ini, kita akan dipandu ole gagasan sedulur. Kata sedulur sendiri adalah sebuah konsep vernakular tentang hubungan (antara kawan atau saudara). Akar katanya adalah dulur, yang dalam bahasa Jawa dan Sunda berarti ikatan, dan sedulur berarti persaudaraan atau kekerabatan. Dalam bahasa sehari-hari, kata ini berarti panggilan akrab seperti "sobat", atau "kakak/adik". Sedulur Sikep tidak merasa krisis karena solusinya sudah ada di tangan masyarakat, yaitu bercocok tanam.

 Sepanjang THINK WELL EMPAT kami akan mendokumentasikan dan memikirkan pertanyaan-pertanyaan tentang sirkulasi melalui produksi kolektif zine. 

1

Otty Widasari. "Sedulur": Comrades-in-arms, Weaving Lives, Rescuing Each Other

2

Édouard Glissant. The Poetics of Relation

3

Otty Widasar